Songket dan Tanjak: Warisan Halus yang Mengakar dalam Tamadun Melayu
Songket dan Tanjak: Warisan Halus yang Mengakar dalam Tamadun Melayu
Dalam arus globalisasi yang terus menggerus identitas budaya lokal, banyak elemen budaya yang dianggap remeh perlahan mulai terlupakan. Salah satunya adalah songket dan tanjak — dua simbol kejayaan tamadun Melayu yang kerap kali hanya dilihat sebagai pelengkap busana upacara. Padahal, di balik helaian benang emas dan lipatan tanjak, tersembunyi nilai-nilai budaya, sejarah perjuangan, dan jati diri suatu bangsa yang luhur.
Budaya yang Melekat dalam Keseharian
Songket dan tanjak bukanlah benda asing dalam masyarakat Melayu, khususnya di daerah Riau, Sumatera, dan Semenanjung Melayu. Wujud budaya ini masih hadir dalam berbagai kegiatan adat seperti pernikahan, khitanan, upacara kenegaraan, hingga pementasan seni tradisional. Lelaki Melayu akan mengenakan baju kurung atau teluk belanga lengkap dengan tanjak, sedangkan wanita memakai songket dengan kebaya atau baju kurung labuh.
Namun sayangnya, kini keberadaan songket dan tanjak lebih sering hanya muncul dalam konteks seremoni formal. Generasi muda menganggapnya ketinggalan zaman, tidak relevan, dan tidak praktis dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, benda-benda ini menyimpan pesan penting tentang identitas dan warisan budaya yang patut direnungkan kembali.
Makna dan Nilai di Balik Songket dan Tanjak
Songket: Tenunan Ketelatenan dan Kemuliaan
Songket berasal dari kata "sungkit" yang berarti "mengait" atau "menyungkit benang." Ini mencerminkan teknik pembuatan yang sangat rumit dan teliti, menggunakan benang emas atau perak. Motif-motif songket tidak dibuat secara sembarangan; setiap coraknya mengandung filosofi seperti bunga cengkih (kesuburan), pucuk rebung (harapan), atau awan berarak (keharmonisan hidup).
Nilai-nilai seperti kesabaran, keindahan, dan ketekunan sangat terasa dalam proses pembuatan songket. Dalam budaya Melayu, songket juga menjadi simbol status sosial, kehormatan, dan kesucian. Hanya orang-orang tertentu yang dahulu boleh mengenakan motif tertentu — sebuah pengingat akan struktur sosial dan nilai kesopanan dalam budaya Melayu.
Tanjak: Simbol Kepemimpinan dan Kearifan
Tanjak, atau disebut juga tengkolok, adalah ikat kepala khas pria Melayu. Dibuat dari kain songket atau kain tenun lainnya, tanjak tidak hanya digunakan sebagai pelengkap busana tetapi juga memiliki bentuk lipatan (solek) yang mencerminkan status, daerah asal, atau bahkan watak si pemakai. Misalnya, solek Dendam Tak Sudah berasal dari Negeri Sembilan dan biasa dikenakan oleh pemimpin atau raja.
Makna tanjak sangat dalam. Ia adalah simbol kepemimpinan, keberanian, serta penghormatan terhadap adat dan leluhur. Dalam konteks modern, tanjak dapat dimaknai sebagai representasi bahwa lelaki Melayu memikul tanggung jawab dan kehormatan untuk menjaga nilai-nilai budaya dan moral.
Pentingnya dalam Pelestarian Tamadun Melayu
Pelestarian songket dan tanjak tidak hanya berarti menjaga sebuah benda atau kerajinan, tetapi menjaga narasi sejarah, nilai-nilai sosial, dan semangat kebersamaan yang membentuk identitas Melayu. Jika benda-benda ini punah, maka hilang pula jejak estetika dan kearifan lokal yang menjadi bagian dari peradaban Melayu sejak berabad-abad.
Dengan menjaga keberadaan songket dan tanjak, kita juga menjaga ruang-ruang dialog antargenerasi. Orang tua bisa menceritakan makna motif songket kepada anak-anak, guru bisa menjadikan tanjak sebagai media pembelajaran tentang sejarah dan adat, dan seniman bisa mengangkat songket dalam karya-karya kontemporer.
Refleksi Generasi Muda: Menghidupkan Warisan, Bukan Menguburnya
Sebagai generasi muda, kita memiliki peran penting dalam mengenali dan menghidupkan kembali warisan budaya ini. Beberapa hal konkret yang bisa dilakukan antara lain:
1. Edukasi Diri dan Sekitar
Mulailah dengan mempelajari makna motif songket dan jenis-jenis tanjak. Gunakan media sosial untuk menyebarkan informasi menarik seputar songket dan tanjak, agar lebih banyak anak muda yang mengenalnya.
2. Gunakan dalam Kehidupan Modern
Inovasi dalam busana bisa membuat songket dan tanjak menjadi bagian dari fashion kontemporer. Misalnya, songket bisa dijadikan bahan tas, sepatu, atau aksesori, sedangkan tanjak bisa dipakai dalam acara semi-formal.
3. Dukung Pengrajin Lokal
Beli dan promosikan produk-produk dari pengrajin songket lokal. Ini tidak hanya membantu ekonomi mereka, tapi juga memastikan keterampilan tradisional tidak punah.
4. Karya dan Kreativitas
Angkat tema songket dan tanjak dalam karya seni, musik, film pendek, atau konten kreatif lainnya. Semakin sering tema ini muncul di ruang publik, semakin kuat pula posisinya dalam budaya populer.
Songket dan tanjak bukan sekadar kain dan lipatan kepala. Ia adalah untaian sejarah, filosofi, dan jati diri bangsa Melayu yang telah terbentuk sejak zaman kerajaan. Menjaga keberadaan dan makna dari keduanya berarti merawat akar dan sayap kita sebagai bangsa — akar untuk tetap berpijak pada nilai leluhur, dan sayap untuk terbang menjelajahi masa depan tanpa kehilangan identitas.
Sudah saatnya generasi muda berhenti menganggap songket dan tanjak sebagai benda kuno. Mari kita jadikan keduanya sebagai inspirasi untuk membangun masa depan yang berakar pada nilai-nilai luhur tamadun Melayu.
Foto zaman dahulu dan sekarang memakai songket dan tanjak
Foto tanjak dan songket
---
Daftar Pustaka
1. Abdullah, T. (2011). Tamadun Melayu: Sejarah dan Warisan. Penerbit Universiti Malaya.
2. Mohd Salleh, N. (2016). Songket: Seni Tenun Warisan Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
3. Yusof, A. (2013). Tanjak dan Identiti Melayu. Jurnal Warisan Nusantara, 5(2), 45–61.
4. Wahab, R. A. (2019). "Mengangkat Nilai Budaya dalam Busana Tradisional Melayu." Jurnal Kebudayaan Melayu, Vol. 8, No. 1.
Biodata Penulis:
Nama saya Muhklisoh, saya adalah mahasiswa Institut Syariah Negeri Junjungan Bengkalis (ISNJ) saya lahir di Duri, 18 Januari 1995. Saya menempuh pendidikan di SDN 51 Balai Makam, SMPN 3 Mandau, SMAN 3 Mandau dan D-II di Akademi Komunitas Negeri Bengkalis da Saat Ini Saya sedang menjalankan program kuliah S1 di IsnJ jurusan Akuntansi Syariah. Harapan saya kuliah di ISnJ Mendapatkan pengetahuan mendalam di bidang yang diminati, serta keterampilan yang bisa diterapkan di dunia kerja, dan Bertemu dengan orang-orang baru, baik teman sebaya, dosen, maupun profesional di bidang yang diminati.
Komentar
Posting Komentar